Tuesday 8 November 2016

Makalah Keperawatan Kritis Penanganan Pasien Kondisi Kritis dengan Penurunan Kesadaran pada Anak

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1     Definisi
Gagal napas adalah suatu kondisi dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan itu dapat dilihat dari kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.

Gagal napas adalah ketidakmampuan sistem pernapasan untuk mempertahankan suatu keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel tubuh yang sesuai dengan kebutuhna tubuh normal. Gagal napas terjadi bila tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) < 60 mmHg atau tekanan parsial karbondioksida (PaCO2) > 50mmHg.

2.2     Klasifikasi
Berdasarkan pada pemeriksaan AGD, gagal nafas dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:
2.2.1    Gagal Nafas Tipe 1 (Kegagalan Oksigenasi: hipoksemia)
Gagal napas tipe 1 (hipoksemia) ditandai dengan PaO2 rendah dan PCO2 normal. Hipoksemia mewakili kegagalan paru intrinsik, seperti yang terjadi pada penumonia, penyakit paru interstitial dan edema paru akut, dimana PaO2 < 60 mmHg dengan PaCO2 yang normal atau rendah.
2.2.2    Gagal napas tipe 2 (Kegagalan Ventilasi: hiperkapnia)
Gagal napas tipe 2 (hiperkapnia) ditandai dengan PaO2 rendah dan peningkatan PCO2 (tinggi). Hiperkapnia yaitu kegagalan pompa dari otot bernapasan yang lebih dominan hipoventilasi, apabila kadar PaO2 < 60 mmHg dengan peningkatan PaCO2 > 50 mmHg.
Gagal napas tipe 2 adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO2, pada umumnya disebabkan oleh kegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi CO2 (peningkatan PaCO2 atau hiperkapnia).
2.2.3    Gagal nafas tipe 3 (kegagalan oksigenasi dan ventilasi)
Gagal nafas tipe 3 menunjukkan gambaran baik hipoksemia dan hiperkarbia (penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2). Penilaian berdasarkan pada persamaan gas alveolar menunjukkan adanya peningkatan perbedaan antara PAO2 – PaO2, venous admixture dan Vd/VT. Dalam teori , seriap kelainan yang menyebabkan gagal nafas tipe 1 atau tipe 2 dapat menyebabkan gagal nafas tipe 3.

Klasifikasi lainnya yaitu gagal napas akut, kronis dan akut-pada-kronis biasanya terdapat pada gagal napas tipe hiperkapnia. Gagal napas hiperkapnia akut, dijumpai peningkatan PaCO2 yang cepat mengakibatkan berlebihnya ion hidrogen dalam darah arteri melalui peruraian asam karbonat (H2CO3), yang mengarah kepada asidosis respiratorik (pH <7,35). Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.

Gagal napas hiperkapnia kronis ditandai dengan pH normal (7,35 - 7,45) meskipun adanya peningkatan PaCO2 yang tinggi, hal ini disebabkan terdapat waktu untuk ginjal mengkompensasi dengan cara retensi biakrbonat (HCO3-), yang mengakibatkan meningkatnya HCO3-  serum  yang menjadi buffer ion hidrogen yang berlebih. Gagal nafas kronis adalah gagal nafas yang terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema, sedangkan disebut gagal napas akut pada kronis apabila terjadi perburukan yang akut pada psien dengan gagal napas kronis sehingga Ph <7,35 meskipun bikarbonat serum meningkat. Namun, dengan meningkatnya kadar HCO3- serum, PaCO2 akan secara bermakna lebih tinggi dibandingkan pasien dengan gagal napas hiperkapnia akut.

2.3     Etiologi
Ada banyak penyebab gagal napas. Meskipun secara garis besar dapat dipisahkan penyebab gagal napas tipe 1 (oksigenisasi) dan gagal napas tipe 2 (ventilasi), tetapi tidak ada aturan mutlak dan banyak penyebab gagal napas berpotensi untuk menyebabkan pola gagal napas tipe 1 atau tipe 2. Gagal napas dapat dipicu oleh kelainan di salah satu komponen dari sistem pernapasan, dari saluran napas bagian atas  sampai dengan sistem muskuloskeletal.
Penyebab gagal nafas tipe 1 (Kegagalan Oksigenasi: hipoksemia):
a.       Adult respiratory distress syndrome (ARDS)
b.      Asthma
c.       Oedem Pulmo
d.      Chronic obstructive pulmonary disease (COPD)
e.       Fibrosis interstitial
f.       Pneumonia
g.      Pneumothorax
h.      Emboli Paru
i.        Hipertensi Pulmonal
Penyebab gagal nafas tipe 2 (kegagalan ventilasi : hiperkapnea)
a.        Kelainan yang mengenai central ventilatory drive
b.      Infark atau perdarahan batang otak
c.       Penekanan masa supratentoral pada batang otak
d.      Overdosis obat, narkotik, Benzodiazepines, agen anestesi, dll.

Kelainan yang mengenai tranmisi  sinyal ke otot-otot respirasi
a)      Myasthenia Gravis
b)      Amyotrophic lateral sclerosis
c)      Gullain-Barrè syndrome
d)     Spinal –Cord injury
e)      Multiple sclerosis
f)       Paralisis residual (pelumpuh otot)
g)      Kelainan pada otot-otot pernafasan dan dinding dada
h)      Muscular dystrophy
i)        Polymyositis
j)        Flail Chest)

Penyebab tersering gagal nafas tipe 3:
a.        Adult respiratory distress syndrome (ARDS)
b.       Asthma
c.       Chronic obstructive pulmonary disease

Penyebab gagal nafas biasanya tidak berdiri sendiri dan merupakan kombinasi dari beberapa keadaan dimana penyebab utamanya adalah :
a         Gangguan ventilasi
-    Obstruksi akut, misalnya disebabkan fleksi leher pada pasien tidaksadar, spasme larink atau oedem larink.
-   Obstruksi kronis, misalnya pada emfisema, bronkritis kronis, asma, bronkiektasis, terutama yang disertai sepsis.
-      Penurunan compliance, compliance paru atau toraks, efusi pleura, edema paru, atelektasis, pneumonia, kiposkoloisis, patah tulang iga, pasca operasi toraks/ abdomen, peritonitis, distensi lambung, sakit dada, dan sebagainya.
-  Gangguan neuromuskuler, misalnya pada polio, “guillain bare syndrome”, miastenia grafis, cedera spinal, fraktur servikal, keracuan obat/ zat lain.
-     Gangguan / depresi pusat pernafasan, misalnya pada penggunaan obat narkotik / barbiturate/ trankuiliser, obat anestesi, trauma / infak otak, hipoksia berat pada susunan saraf pusat dan sebagainya.
b        Gangguan difusi alveoli kapiler
-     Oedem paru, ARDS, fibrosis paru, emfisema, emboli lemak, pneumonia, “post perfusion syndrome”, tumor paru, aspirasi.
c         Gangguan Kesimbangan  Ventilasi Perfusi (V/Q Missmatch)
-    Peningkatan deadspace (ruang rugi) misalnya pada trombo emboli, enfisema, bronchektasis dsb.
-     Peninggian “intra alveolar shunting”, misal pada atelektasis, ARDS, pneumonia edema paru, dan lain sebagainya